Selasa, 03 November 2015

Potensi Tepung dari Sorgum (Sorghum bicolor L.)



Iklim tropis di Indonesia sangat mendukung pengembangan berbagai jenis tanaman pangan. Salah satu tanaman tropis yang mudah tumbuh di Indonesia yang hingga saat ini belum banyak dimanfaatkan adalah sorgum. Sorgum (Sorghum  bicolor  L.)  merupakan  tanaman  yang  termasuk  ke dalam  famili Gramineae, termasuk juga padi, jagung, dan gandum (Kusmiadi, 2011). Pemanfaatan sorgum di Indonesia masih kurang kurang populer dan belum optimal. Selama ini sorgum hanya dijadikan sebagai pakan ternak, padahal sorgum sangat cocok untuk dijadikan sebagai komoditas agroindustri karena ketahanannya yang tinggi pada kondisi kering, daya adaptasi terhadap lahan tinggi, serta biaya produksi yang rendah (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1996). Suhu optimum yang diperlukan sorgum untuk  tumbuh  berkisar antara 25-30°C. Sorgum juga tidak terlalu peka terhadap  pH  tanah.  Kandungan pati biji sorgum juga cukup  tinggi yaitu  sekitar  83%,  sedangkan kadar  lemak  dan  proteinnya  sebesar  3.60%  dan  12.3% (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1996).  Kandungan pati sorgum yang cukup tinggi, sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tepung. Beras mempunyai kandungan pati sekitar 82%, lemak 0.8%, dan protein 6%. Hal tersebut menunjukkan bahwa komposisi  ketiga zat  gizi (protein,  lemak,  pati)  pada sorgum setara  dengan  beras,  bahkan  lebih  baik.

Daerah yang berpotensi untuk pengembangan sorgum di Indonesia sangat luas. Daerah tersebut meliputi daerah beriklim kering atau memiliki musim hujan yang pendek serta tanah yang kurang subur. Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional adalah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, sebagian Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Sudaryono, 1996). Pengembangan sorgum juga berperan dalam meningkatkan ekspor non-migas. Menurut Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, volume ekspor sorgum Indonesia ke Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia mencapai 1.092,40 ton atau senilai US$ 116.211. Kondisi ini memberi peluang bagi Indonesia untuk mengekspor sorgum dalam bentuk yang lebih optimal, misalnya dijadikan sebagai tepung.
Selama ini pemanfaatan tepung terigu dalam bidang pangan di Indonesia cukup besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), yang diolah oleh Kementerian Perdagangan, impor tepung terigu mencapai 775 ribu ton. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat pangsa pasar terigu di dalam negeri tumbuh sebesar 10,5% selama 2010.  Pangsa pasar terigu naik dari 3.970.815 metrik ton (MT) di 2009 menjadi 4.388.849 MT pada tahun 2010. Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies mengatakan kenaikan pangsa pasar itu justru dinikmati oleh terigu impor  dengan pertumbuhan 18,8% selama tahun 2010. Tahun 2008, volume terigu impor hanya  530.914 MT atau 15,09% menguasai pangsa pasar lokal, tahun  2009  volumenya meningkat menjadi  645.010 MT atau 16,24% dari pangsa pasar lokal dan tahun 2010  volumenya melonjak menjadi  762.515 MT atau menguasai 17,37%  pangsa pasar dalam negeri. Berdasarkan catatan Aptindo, konsumsi terigu di dalam negeri pada tahun 2012 mencapai 1,22 juta ton atau naik 5,61% dibandingkan periode tahun 2011 yang tercatat 1,15 juta ton.
Pemanfaatan sorgum sebagai bahan substitusi terhadap tepung terigu dapat dimanfaatkan oleh industri pangan di Indonesia untuk meminimalisasi penggunaan impor tepung terigu. Tumbuhnya industri turunan seperti biskuit dan mie instan dapat dijadikan sebagai salah satu optimalisasi tepung sorgum. Adanya tepung sorgum ini diperkirakan dapat mengurangi pangsa pasar impor tepung terigu yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selain itu, jika memang preferensi dari masyarakat terhadap tepung sorgum tinggi maka tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menghentikan impor tepung terigu dan lebih mengoptimalkan pangan lokal. Melihat potensi sorgum di Indonesia dan banyaknya penggunaan tepung pada bahan pangan, maka tidak menutup kemungkinan tepung sorgum dapat menjadi primadona di kalangan agroindustri Indonesia.
Oleh: Sakinah Ulfiyanti, Mahasiswi Institut Pertanian Bogor
Sumber:
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1996. Prospek sorgum sebagai bahan pangan dan industri pangan. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4-1996: 2−5.
Kusmiadi. 2011. Sorgum. [terhubung berkala]. http://riwankusmiadi.ubb.ac.id. [27 Oktober 2012].
Sudaryono.   1996.   Prospek   sorgum   di   Indonesia: Edisi   Khusus   Balai   Penelitian   Tanaman Kacang-kacangan   dan   Umbi-umbian   No.   4-1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar